Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mengatasi masalah stunting pada anak-anak. Stunting, atau kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan fisik tetapi juga perkembangan kognitif anak.
Dampaknya dapat berlanjut hingga dewasa, mempengaruhi produktivitas dan kualitas hidup secara keseluruhan. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya, angka stunting di Indonesia masih tergolong tinggi. Salah satu faktor kunci yang sering terlewatkan dalam upaya penanggulangan stunting adalah akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak.
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam bagaimana akses air bersih memiliki peran vital dalam mencegah dan menurunkan angka stunting di Indonesia.
Table of Contents
ToggleStunting di Indonesia: Sebuah Tantangan Berkelanjutan
Stunting telah lama menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi stunting pada balita di Indonesia mencapai 30,8%.
Meskipun angka ini menunjukkan penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, masih terdapat sekitar 7 juta anak Indonesia yang mengalami stunting. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat kelima dunia untuk jumlah anak dengan kondisi stunting.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024. Namun, pencapaian target ini membutuhkan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai sektor, termasuk perbaikan akses terhadap air bersih dan sanitasi.
Hubungan Antara Air Bersih dan Stunting
Akses terhadap air bersih memiliki kaitan erat dengan stunting melalui beberapa mekanisme. Pertama, air yang tidak bersih dapat menyebabkan diare dan infeksi parasit usus, yang mengganggu penyerapan nutrisi pada anak. Kedua, kurangnya air bersih dapat menyebabkan praktik kebersihan yang buruk, meningkatkan risiko infeksi dan penyakit. Ketiga, waktu dan energi yang dihabiskan untuk mengambil air dari sumber yang jauh dapat mengurangi waktu ibu untuk merawat anak dan menyiapkan makanan bergizi.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Null et al. (2018) di Kenya, sebagaimana dilaporkan dalam jurnal BMJ Global Health, menemukan bahwa intervensi air, sanitasi, dan kebersihan (WASH) yang dikombinasikan dengan intervensi nutrisi dapat menurunkan prevalensi stunting sebesar 7,7 poin persentase. Meskipun penelitian ini dilakukan di luar Indonesia, hasilnya menunjukkan potensi signifikan dari perbaikan akses air bersih dalam mengurangi stunting.
Di Indonesia sendiri, penelitian yang dilakukan oleh Torlesse et al. (2016) dan dipublikasikan dalam Maternal & Child Nutrition menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan akses air bersih yang terbatas memiliki risiko stunting 1,3 kali lebih tinggi dibandingkan mereka yang memiliki akses air bersih yang memadai. Temuan ini menegaskan pentingnya air bersih dalam upaya pencegahan stunting di Indonesia.
Tantangan Akses Air Bersih di Indonesia
Meskipun Indonesia telah membuat kemajuan dalam meningkatkan akses air bersih, masih banyak daerah yang menghadapi tantangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, sekitar 10,29% rumah tangga di Indonesia masih belum memiliki akses ke sumber air minum layak. Angka ini bahkan lebih tinggi di daerah pedesaan, mencapai 15,77%.
Disparitas akses air bersih antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta antara pulau-pulau di Indonesia, masih menjadi masalah serius. Sebagai contoh, di provinsi Papua, hanya 64,32% rumah tangga yang memiliki akses ke sumber air minum layak, jauh di bawah rata-rata nasional.
Selain itu, kualitas air juga menjadi perhatian. Sebuah studi yang dilakukan oleh Komarulzaman et al. (2017) dan dipublikasikan dalam International Journal of Hygiene and Environmental Health menemukan bahwa bahkan di antara rumah tangga dengan akses pipa air, hanya 39% yang memiliki air yang aman untuk diminum tanpa pengolahan lebih lanjut.
Inisiatif dan Kebijakan untuk Meningkatkan Akses Air Bersih
Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya akses air bersih dalam upaya menurunkan angka stunting. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan 100% akses air minum layak pada tahun 2024, dengan 30% di antaranya melalui sistem perpipaan.
Beberapa inisiatif yang telah dilakukan antara lain:
- Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS): Program ini telah berhasil meningkatkan akses air bersih di lebih dari 33.000 desa sejak tahun 2008. Menurut laporan Bank Dunia, hingga tahun 2020, PAMSIMAS telah memberikan manfaat kepada lebih dari 23 juta orang di seluruh Indonesia.
- Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM): Pemerintah terus membangun infrastruktur air bersih, termasuk bendungan, instalasi pengolahan air, dan jaringan distribusi. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melaporkan bahwa pada tahun 2021, kapasitas air minum nasional telah mencapai 51.387 liter per detik.
- Kerjasama dengan Sektor Swasta: Melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), pemerintah berupaya menarik investasi swasta dalam pembangunan infrastruktur air bersih. Salah satu contoh sukses adalah SPAM Umbulan di Jawa Timur yang mampu melayani hingga 1,3 juta jiwa di lima kabupaten/kota.
- Program Hibah Air Minum: Program ini memberikan insentif kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan cakupan layanan air minum. Menurut laporan Kementerian PUPR, hingga tahun 2020, program ini telah berhasil menambah 1,33 juta sambungan rumah baru.
Namun, implementasi program-program ini tidak selalu berjalan mulus. Tantangan seperti keterbatasan anggaran, koordinasi antar lembaga, dan kendala geografis masih menjadi hambatan dalam mencapai target akses universal.
Inovasi dan Pendekatan Alternatif
Selain program pemerintah, berbagai inovasi dan pendekatan alternatif telah dikembangkan untuk meningkatkan akses air bersih, terutama di daerah terpencil:
- Teknologi Penyaringan Air Sederhana: Organisasi seperti Air Rahmat telah memperkenalkan metode penyaringan air sederhana menggunakan keramik yang dapat diproduksi secara lokal. Menurut laporan mereka, teknologi ini telah digunakan oleh lebih dari 500.000 orang di Indonesia.
- Pemanenan Air Hujan: Di daerah dengan curah hujan tinggi, sistem pemanenan air hujan menjadi solusi efektif. Penelitian yang dilakukan oleh Yulistyorini (2016) di Malang, Jawa Timur, menunjukkan bahwa sistem ini dapat memenuhi hingga 40% kebutuhan air rumah tangga.
- Desalinasi Tenaga Surya: Untuk daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, teknologi desalinasi tenaga surya mulai dikembangkan. Sebuah proyek percontohan di Pulau Parang, Kepulauan Seribu, Jakarta, berhasil menyediakan air bersih untuk 200 keluarga.
- Kemitraan dengan Komunitas: Program seperti ‘Air Untuk Semua’ yang diinisiasi oleh beberapa perusahaan FMCG besar di Indonesia telah berhasil menyediakan akses air bersih kepada lebih dari 1 juta orang melalui pendekatan berbasis komunitas.
Dampak Ekonomi dari Peningkatan Akses Air Bersih
Investasi dalam akses air bersih tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga memiliki implikasi ekonomi yang signifikan. Sebuah analisis yang dilakukan oleh World Bank Water and Sanitation Program (2017) memperkirakan bahwa Indonesia kehilangan sekitar 2,3% dari PDB-nya setiap tahun akibat sanitasi yang buruk dan kurangnya akses ke air bersih.
Perbaikan akses air bersih dapat menghasilkan penghematan biaya kesehatan, peningkatan produktivitas, dan potensi ekonomi yang lebih besar. Studi yang dilakukan oleh UNICEF (2021) menunjukkan bahwa setiap dolar yang diinvestasikan dalam air dan sanitasi dapat menghasilkan pengembalian ekonomi hingga $4,3 melalui peningkatan produktivitas dan penghematan biaya kesehatan.
Lebih jauh lagi, menurut laporan dari Asian Development Bank (ADB) pada tahun 2020, investasi dalam infrastruktur air bersih dapat menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. ADB memperkirakan bahwa setiap $1 miliar yang diinvestasikan dalam infrastruktur air dapat menciptakan 10.000-30.000 pekerjaan langsung dan tidak langsung.
Tantangan Implementasi dan Solusi Potensial
Meskipun ada banyak inisiatif dan teknologi yang menjanjikan, implementasi di lapangan seringkali menghadapi berbagai tantangan:
- Kesenjangan Pendanaan: Menurut estimasi Kementerian PUPR, Indonesia membutuhkan investasi sekitar Rp 1.700 triliun hingga tahun 2030 untuk mencapai akses universal terhadap air bersih. Pendekatan inovatif seperti blended finance dan green bonds dapat menjadi solusi untuk mengatasi kesenjangan pendanaan ini.
- Keberlanjutan Sistem: Banyak proyek air bersih mengalami masalah keberlanjutan setelah fase implementasi selesai. Pendekatan berbasis masyarakat seperti yang diterapkan dalam program PAMSIMAS telah terbukti efektif dalam meningkatkan rasa kepemilikan dan keberlanjutan sistem.
- Kualitas Air: Meskipun akses meningkat, kualitas air tetap menjadi perhatian. Penguatan regulasi, peningkatan kapasitas laboratorium daerah, dan edukasi masyarakat tentang pengolahan air di rumah tangga menjadi penting.
- Perubahan Iklim: Perubahan pola curah hujan dan kekeringan akibat perubahan iklim mengancam ketersediaan air bersih. Adaptasi berbasis ekosistem dan manajemen sumber daya air terpadu perlu ditingkatkan.
Peran Masyarakat dan Edukasi
Peningkatan akses air bersih bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga membutuhkan partisipasi aktif masyarakat. Edukasi tentang pentingnya air bersih, praktik higiene yang baik, dan konservasi air menjadi krusial.
Program seperti Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan telah menunjukkan hasil positif. Menurut laporan Kementerian Kesehatan tahun 2021, implementasi STBM telah berhasil menurunkan prevalensi diare pada anak sebesar 30% di daerah-daerah target.
Selain itu, integrasi pendidikan tentang air bersih dan sanitasi dalam kurikulum sekolah dapat membantu membentuk generasi yang lebih sadar akan pentingnya air bersih. Beberapa LSM seperti UNICEF dan Plan International telah melakukan program percontohan di beberapa sekolah di Indonesia dengan hasil yang menjanjikan.
Kesimpulan
Akses terhadap air bersih merupakan komponen vital dalam upaya menurunkan angka stunting di Indonesia. Data dan penelitian telah menunjukkan hubungan yang jelas antara ketersediaan air bersih dengan penurunan risiko stunting.
Meskipun Indonesia telah membuat kemajuan signifikan dalam meningkatkan akses air bersih, masih banyak tantangan yang harus diatasi, terutama di daerah pedesaan dan terpencil.
Upaya pemerintah melalui berbagai program dan kebijakan perlu didukung oleh inovasi teknologi, partisipasi sektor swasta, dan keterlibatan aktif masyarakat. Investasi dalam infrastruktur air bersih tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga membawa manfaat ekonomi jangka panjang.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif, Indonesia memiliki peluang besar untuk mencapai target penurunan stunting dan meningkatkan kualitas hidup generasi mendatang. Akses universal terhadap air bersih bukan hanya sebuah tujuan, tetapi juga langkah penting menuju Indonesia yang lebih sehat, produktif, dan sejahtera.
Namun, perlu diingat bahwa peningkatan akses air bersih bukanlah solusi tunggal untuk masalah stunting. Ia harus diintegrasikan dengan upaya lain seperti perbaikan gizi, peningkatan layanan kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hanya dengan pendekatan holistik, Indonesia dapat benar-benar mengatasi masalah stunting dan memastikan setiap anak memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Sebagai penutup, penting bagi kita semua untuk menyadari bahwa air bersih adalah hak dasar setiap manusia. Setiap upaya untuk meningkatkan akses air bersih adalah investasi dalam kesehatan, kesejahteraan, dan masa depan bangsa. Mari kita bersama-sama berkomitmen untuk mewujudkan akses universal terhadap air bersih di Indonesia, demi generasi sekarang dan yang akan datang.